Cerita science fiction adalah sebuah cerita rekaan yang risetnya berdasarkan fakta-fakta sains ilmiah. Ini beda banget dengan genre fantasi. Kalau fantasi bebas berimajinasi sesuai keinginan penulis dan tidak harus riil dan tidak harus sesuai fakta/data ilmiah. Namun kalau science fiction, riset ceritanya harus berdasar fakta/data ilmiah yang ada.
Nah, daripada bingung, yuk bisa dibaca langsung contoh cerpen science fiction berikut ini.
Kapsul AN1
Oleh : Che Khayrine
Sesosok lelaki paruh baya berperawakan kecil berada di dalam menara laboratorium Mucern. Sudah beberapa menit berlalu tapi kakinya tidak juga beranjak. Ia bergeming. Tangan kirinya memegang tabung hijau berisi serum dan kapsul. Sesekali sorot matanya menatap layar ponsel di tangan kanan. Sudah beberapa menit berlalu, namun belum ada kabar dari seseorang yang ia cintai. Gurat wajahnya tampak mulai bosan. Ia berniat segera menyebarkan awan kimia ke seluruh penjuru kota Mucern.
Lima belas tahun lalu, pemuda berwajah khusyuk dengan mata cokelat muda mempresentasikan hasil risetnya dengan menggebu-gebu. Rambut acaknya bak aurora borealis bergerak naik turun. Dua orang bersetelan jas yang mendengarnya berbicara dari tadi nampak manggut-manggut dan sesekali mengernyit.
“Saya yakin, kapsul AN1 akan menjadi tonggak sejarah menuju Zero Population Growth,” ucapnya mengakhiri presentasi dengan penuh tekad.
“Atas dasar apa kapsul AN1 akan laku keras?” tanya lelaki berjas biru tua sembari mengetuk-ngetukkan jari di atas meja.
“Semakin tahun pertumbuhan populasi semakin meningkat. Berbanding terbalik dengan luas lahan yang kota ini miliki. Kapsul AN1 menawarkan solusi praktis bagi pemerintah untuk mengatasi problem demografis.” Pemuda itu berhenti sejenak sembari membenarkan posisi kacamatanya. “Tak hanya pemerintah, proyek ini juga akan didukung oleh pemerhati lingkungan. Karena dengan berkurangnya populasi, perubahan iklim bisa diredam dan emisi karbon akan berkurang.”
“Bagaimana dengan permintaan pasar, Dr. Fredi?” sela lelaki berjas hitam kepada pemuda yang sedari tadi berbicara.
“Menurut riset, hampir enam puluh persen penduduk kota Mucern sudah mulai menganut pemikiran malas memiliki anak karena membutuhkan biaya tinggi dan perhatian lebih. Dan tren ini diperkirakan akan mengalami peningkatan. Mereka akan menjadi pangsa pasar yang tepat untuk proyek ini.” Mata Fredi yang cokelat terang berbinar-binar penuh semangat.
Pernyataannya barusan membuat dua lelaki berjas saling bertatapan. Tak sia-sia peluh dan liur yang tercurah selama satu jam lebih. Surat kontrak berhasil ia teken dengan jemawa.
Megaproyek Kapsul AN1 diluncurkan tahun itu dengan pembukaan yang megah. Mengundang aktivis, influencer, dan pejabat. Turut hadir Presiden untuk meresmikan proyek.
Hari pertama launching, ribuan kapsul terjual. Hingga berbulan-bulan pamor kapsul AN1 meroket tajam, melebihi ekspektasi awal. Media iklan tanpa jeda menggembar-gemborkan “Satu Tahun Cukup Satu Kapsul”, membuat orang-orang beralih dari kontrasepsi biasa ke Kapsul AN1 yang telah dijamin–menurut iklan–anti bocor dan anti bobol.
***
Sepuluh tahun semenjak beredarnya kapsul AN1, Mucern bertumbuh pesat dengan pembangunan infrastruktur berkelas. Gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi. Mobil-mobil mewah berlalu-lalang di jalanan. Kondisi ekonomi mengalami peningkatan signifikan. Termasuk perubahan kondisi sosiopsikologis penduduk kota Mucern.
Bayi-bayi mulai tumbuh menjadi anak-anak yang tak takut diminta berbagi mainan dengan adik yang tidak diharapkannya. Anak-anak mulai tumbuh remaja mengikuti tren pergaulan. Remaja mulai semakin bebas berhubungan tanpa takut kebobolan tak terduga. Orang dewasa semakin terlarut dalam dunia kerja dan sibuk mengeruk harta. Para manula mulai banyak yang diungsikan ke panti jompo oleh anaknya sendiri, karena dianggap beban dan tak berguna.
Begitupula Fredi yang akhir-akhir ini nampak lebih banyak merenung di tepi danau dibanding berkutat di lab. Ia menyadari beberapa perubahan yang terjadi di Mucern, seolah ia mengetahui apa penyebabnya. Malam ini ia lebih tertarik mengamati orang-orang dari pinggir danau. Ia melongokkan kepala, mencuri pandang ke arah para remaja yang tengah asyik bercumbu di bawah pohon. Tak ada yang peduli dan berani memergoki.
“Kau melihat apa?” Seorang wanita cantik berambut pirang sebahu turut melongokkan kepala penasaran. Fredi kaget saat membalikkan wajah. Ia terpaku menatap senyum manis dari bibir merah merona di depannya.
“Namaku Stacy, seorang konselor,” ucapnya sembari menyerahkan kartu nama. “Aku tahu kau Dr. Fredi. Aku sengaja ke sini untuk berdiskusi denganmu,” imbuh Stacy tanpa basa-basi.
“Aku tak tahu ini berita baik atau buruk.” Stacy membuka pembicaraan kembali. Rautnya nampak serius. “Tahun ini aku menangani hanya sedikit kasus tentang aborsi. Jumlahnya menurun drastis dari tahun ke tahun. Tapi jumlah kekerasan seksual yang kutangani semakin meningkat. Kau tahu apa yang aku pikirkan?” ucap Stacy sembari memandang tajam lelaki itu. Yang dipandang hanya dapat menelan ludah. Lidahnya kelu.
“Sudah kuduga. Kau pasti paham maksudku. Namun aku juga belum yakin. Tapi menurutku kau perlu segera membuat semacam penangkal AN1.”
***
Danau Mucern mempunyai satu tempat yang cukup hebat untuk menatap langit. Meski dikelilingi oleh gedung-gedung menjulang, keremangan malam di pinggir danau ini menjadi semacam peneduh dari kegelisahan. Layaknya lelaki yang kini sedang menumpahkan kesedihannya kepada seorang wanita berbibir merekah.
“Sudah lima tahun terakhir, aku masih gagal membuat Anti-AN1. Aku masih belum menemukan satu formula yang tepat,” cerita Fredi sembari menekuk wajahnya ke dagu.
Stacy menepuk bahunya. “Kita bisa mencobanya lagi.” Ia tahu, respon yang diberikan akan membuat Fredi langsung menoleh ke arahnya dengan wajah mengharap. “Aku percaya suatu saat kau akan menemukan obatnya. Dan kota ini akan kembali ke sediakala, sebagaimana kodratnya.” Ia mengakhiri dengan sebuah kecupan di bibir Fredi–yang tak pernah berani dilakukan Fredi selama hampir lima tahun sejak pertemuan pertama mereka.
Fredi tersenyum malu. “Lalu bagaimana hasil risetmu?” tanya Fredi berusaha memecah kecanggungan dengan pipi yang masih merona.
“Selama hampir lima belas tahun, orang-orang di kota ini telah mengkonsumsi kapsul AN1 secara rutin. Artinya kemampuan hormon mereka untuk memproduksi sel telur maupun sperma semakin melemah. Jika tidak segera diatasi, kota ini akan masuk zona Critical Population Growth. Yakni kondisi saat yang lemah dan tua meninggal, sedangkan tidak ada bayi dilahirkan. Populasi akan berkurang drastis dan kemungkinan terparah kota ini akan terancam punah.”
Sampai pada level itu, Fredi paham akan intensi mawas dalam kata-katanya. Pertimbangan Stacy yang terbuka, baginya di satu sisi membawa mereka semakin dekat untuk saling bertukar pikiran. “Lalu bagaimana dengan opini masyarakat terkait isu Anti-AN1?”
“Menurut kuosioner dan data statistik, belakangan ini tren berbalik. Lebih dari lima puluh persen kesadaran orang-orang untuk dapat bereproduksi kembali. Mereka mulai menyadari bahwa kelahiran anak sangat dibutuhkan untuk keseimbangan jiwa, pun keseimbangan populasi. Masalahnya ketika mereka sudah berusaha tidak mengkonsumsi AN1, mereka tetap tak bisa hamil. Seolah hormon reproduksi mereka dilemahkan. Karena itu, permintaan akan anti-AN1 cukup besar. Atau bisa dikatakan akan terus meningkat.”
Wajah Fredi nampak lesu kembali mendengar penjelasan Stacy. Ia menekuk wajahnya lagi. “Seandainya aku tahu bahwa kapsul AN1 akan menyebabkan bencana seperti ini, aku tidak akan pernah membuatnya,” sesal Fredi sembari menerawang ke arah danau yang memantulkan pekat malam.
***
Beberapa bulan kemudian, di sebuah lab, nampak lelaki berperawakan kecil berkutat dengan bermacam bahan kimia. Rambut acaknya makin tak terurus. Ia sibuk mengaduk dan mencampur dari satu reaksi kimia ke reaksi yang lain. Saat hendak limbung, mendadak matanya membulat dan berbinar. “Formulanya berhasil!” teriaknya semringah. Senyum kini terkembang dari wajahnya. Lalu ia segera berlari membawa tabung berisi cairan hijau hasil ekstraksinya beserta kapsul laknat penyebab semua kekacauan ini.
Langkahnya tergopoh-gopoh menuju ke menara laboratorium Mucern. “Saatnya aku mengakhiri kegilaan ini!” serunya pada diri sendiri. Ia mengeluarkan ponsel dari balik sakunya. Ia mengirim pesan singkat pada Stacy.
Aku berhasil menemukan formulanya. Sekarang aku menuju ke menara lab. Ku tunggu kau di sana. Kita akan menyebarkan serum anti -AN1 bersama.
Tak lama, ponsel Fredi berdering. Balasan dari Stacy.
Ok. Aku segera ke sana. Tunggu kedatanganku.
Fredi menatap mesin reaktor yang ada di depannya. Ia mulai meletakkan tabung hijau ke dalam reaktor. Sesekali ia melirik ponselnya. Setengah jam berlalu, akhirnya wanita impiannya datang dengan sangat cantik mengenakan gaun pendek berwarna merah. Rambutnya digelung ke atas, menampakkan jenjang lehernya.
“Luar biasa! Kau berhasil!” girang Stacy. Ia memeluk dan mencium bibir Fredi mesra. Sampai tiba-tiba ada sesuatu keras yang menghantam kepala lelaki itu.
“Stacy ....” Fredi terperangah kaget. Kepalanya sakit terkena pukulan benda keras. Matanya samar-samar melihat Stacy menodongkan pistol tepat ke arahnya.
“Ha ....” Stacy tertawa sinis. “Presiden memberiku misi khusus untuk membunuhmu setelah kau menemukan serum ini.”
“Untuk apa?” Fredi menggumam lirih.
“Hanya orang-orang terpilih yang berhak tinggal di Mucern dan melanjutkan keturunan. Yang lemah dan tidak berguna tidak ada pilihan lain selain menunggu kematian.”
Stacy menarik pelatuknya. Dooor!
Suara tembakan menumbuk batok kepala. Bau anyir darah menyeruak. Lantai penuh warna merah. Fredi terkapar tak berdaya. Remang-remang matanya meredup, sebelum benar-benar gelap merenggut.
Comments
Post a Comment